Minggu, 08 Juli 2018

Kasus Pelanggaran Undang-Undang Perindustrian


Kasus Pelanggaran Undang-Undang Perindustrian

Nama           : Muhammad Rifqi Hibatul Azizi
Kelas            : 2ID06
NPM             : 35416071
Matkul          : Hukum Industri

Undang-Undang No 20 Tahun 2014.
Pada tanggal 17 September 2014 telah disahkan Undang-Undang No 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Disebutkan dalam penjelasan bahwa pengaturan dalam Undang-Undang tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan meningkatkan daya saing nasional dengan berdasarkan asas manfaat, konsensus dan tidak memihak, transparansi dan keterbukaan, efektif dan relevan, koheren, dimensi pembangunan nasional, serta kompeten dan tertelusur.
            Keberadaan Bangsa Indonesia harus memiliki daya saing sehingga mampu mengambil manfaat dari perkembangan era globalisasi. Dalam konteks tersebut, daya saing harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dapat melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam pasal 3 UU No 20 Tahun 2014 disebutkan bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan:
1.       Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi;
2.       Meningkatkan perlindungan kepada  konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara,  baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
3.       Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan  Barang dan/atau Jasa  di dalam negeri dan luar negeri.. Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan hidup.   Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses atau personel (Pasal 4 UU No 20 Tahun 2014).
Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian memuat materi pokok yang meliputi kelembagaan, Standardisasi, Penilaian Kesesuaian, kerja sama, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, serta sistem informasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Manfaat dari keberadaan UU No 20 tahun 2014 ini dipersiapkan untuk menghadapi Asean Economic Community (AEC)  atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada Desember 2015, sehingga SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. 

Penerapan SNI di Indonesia.
Sesuai amanat UU No 20 Tahun 2014 Pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa SNI dapat diterapkan secara sukarela oleh Pelaku Usaha, Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah. Namun dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian berwenang menetapkan pemberlakuan SNI secara wajib dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian (Pasal 24).
Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI atau habis masa berlakunya SNI maka dapat dibekukan sementara, atau dicabut dilarang mengedarkan barang, memberikan jasa dan menjalankan proses atau sistem serta mencakup pula larangan edar bagi barang impor yang tidak sesuai dengan SNI.

Sanksi Bagi yang Melanggar Regulasi SNI secara Wajib.
Dengan Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang disahkan pada September 2014 lalu, Pemerintah Indonesia tidak hanya akan memberikan sanksi administratif  tapi akan menerapkan sanksi tegas bagi setiap penyalahgunaan aturan SNI wajib dengan ancaman pidana penjara atau denda. Dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian BAB X tentang Ketentuan Pidana Pasal 62 hingga 73 tertuang tentang adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut adalah :
1.       Pasal 62   : Setiap orang yang memalsukan SNI atau membuat SNI palsu diberikan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
2.       Pasal 63   : Setiap orang yang dengan sengaja memperbanyak, memperjualbelikan, atau menyebarkan SNI tanpa persetujuan BSN diberikan pidana paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
3.       Pasal 64   : Setiap orang yang dengan sengaja membubuhkan tanda SNI dan /atau Tanda Kesesuaian pada Barang dan/ atau kemasan atau label di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya akan dikenakan pidana penjara paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
4.       Pasal 65 dan 66    : Setiap orang yang tidak memiliki asertifikat atau memiliki sertifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedarkan Barang, memberikan Jasa, dan/atau menjalankan proses atau sistem dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
5.       Pasal 67   : Setiap orang yang mengimpor barang yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedar Barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI  dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
6.       Pasal 68   : Setiap orang yang tanpa hak  menggunakan dan/atau membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
7.       Pasal 69   : Setiap orang yang memalsukan tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian  atau membuat  Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian palsu dipidana penjara paling lama 7  tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
8.       Pasal 70 : Setiap orang yang dengan sengaja: menerbitkan sertifikat berlogo KAN; menerbitkan sertifikat kepada  pemohon sertifikat yang tidak sesuai  dengan  SNI; menerbitkan sertifikat di luar ruang lingkup Akreditasi dipidana penjara  paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
9.       Pasal 71   : Setiap orang yang memalsukan sertifikat Akreditasi atau membuat sertifikat Akreditasi palsu dipidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M
10.    Pasal 72   : pelaku tindak pidana dapat dijatuhi pidana tambahan berupa : kewajiban melakukan penarikan Barang yang telah beredar;  kewajiban mengumumkan bahwa Barang yang beredar tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan/atau perampasan atau penyitaan Barang dan dapat dimusnahkan.
11.    Pasal 73   : pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi, diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda secara pribadi dan diberikan pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum.
Sanksi yang tegas sebagaimana disebutkan diatas membuktikan keseriusan pemerintah untuk menegakkan perlindungan pada kepentingan nasional dan sebagai usaha untuk meningkatkan daya saing nasional. Meski di sisi lain kesiapan dari masyarakat industri di Indonesia untuk menjalankan regulasi yang telah dirumuskan tidak bisa diabaikan. Untuk itu sinergi dalam berbagai bidang antara pemerintah dan juga masyarakat Indonesia mulai dari sosialisasi regulasi, peran serta masyarakat dalam melaksanakan SNI, perumusan SNI, membangun budaya standar, serta melaporkan pelanggaran menjadi hal yang utama untuk bisa diwujudkan.

Suka dan duka Anda atau Keluarga Selama menjalankan WFH atau Pembelajaran Jarak Jauh

Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menye...