Minggu, 11 November 2018

Tugas II_Metode Penelitian_Muhammad Rifqi Hibatul Azizi_COUNTRIES THREE WISE MEN SUSTAINABILITY

Ringkasan Jurnal

“COUNTRIES THREE WISE MEN: SUSTAINABILITY,
INNOVATION, AND COMPETITIVENESS”

 “TIGA ORANG BIJAK: KETAHANAN, INOVASI, DAN PESAINGAN”

Penulis Jurnal: Luis Miguel Fonseca, Vanda Marlene Lima

Peringkas Jurnal: Muhammad Rifqi Hibatul Azizi_35416071_3ID06

Teknik Industri - Universitas Gunadarma

Link Word
https://drive.google.com/open?id=1HRwqGtjgADlNba_keR8lFVWjcL0XxGDc

Link PPT
https://drive.google.com/open?id=1XvUFRTP9eazdvANm12bBPYpKlCNQ7tvk

Link Jurnal
http://www.jiem.org/index.php/jiem/article/view/1525/719

Minggu, 08 Juli 2018

Kasus Pelanggaran Undang-Undang Perindustrian


Kasus Pelanggaran Undang-Undang Perindustrian

Nama           : Muhammad Rifqi Hibatul Azizi
Kelas            : 2ID06
NPM             : 35416071
Matkul          : Hukum Industri

Undang-Undang No 20 Tahun 2014.
Pada tanggal 17 September 2014 telah disahkan Undang-Undang No 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Disebutkan dalam penjelasan bahwa pengaturan dalam Undang-Undang tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan meningkatkan daya saing nasional dengan berdasarkan asas manfaat, konsensus dan tidak memihak, transparansi dan keterbukaan, efektif dan relevan, koheren, dimensi pembangunan nasional, serta kompeten dan tertelusur.
            Keberadaan Bangsa Indonesia harus memiliki daya saing sehingga mampu mengambil manfaat dari perkembangan era globalisasi. Dalam konteks tersebut, daya saing harus dipandang sebagai kemampuan untuk mengoptimalkan sumber daya yang dapat melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam pasal 3 UU No 20 Tahun 2014 disebutkan bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan:
1.       Meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta kemampuan inovasi teknologi;
2.       Meningkatkan perlindungan kepada  konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara,  baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
3.       Meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan  Barang dan/atau Jasa  di dalam negeri dan luar negeri.. Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian diperlukan dalam berbagai sektor kehidupan termasuk perdagangan, industri, pertanian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lingkungan hidup.   Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses atau personel (Pasal 4 UU No 20 Tahun 2014).
Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian memuat materi pokok yang meliputi kelembagaan, Standardisasi, Penilaian Kesesuaian, kerja sama, peran serta masyarakat, pembinaan, pengawasan, serta sistem informasi Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Manfaat dari keberadaan UU No 20 tahun 2014 ini dipersiapkan untuk menghadapi Asean Economic Community (AEC)  atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada Desember 2015, sehingga SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. 

Penerapan SNI di Indonesia.
Sesuai amanat UU No 20 Tahun 2014 Pasal 21 ayat (1) disebutkan bahwa SNI dapat diterapkan secara sukarela oleh Pelaku Usaha, Kementerian dan/atau Lembaga Pemerintah Nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah. Namun dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, Kementerian/Lembaga Pemerintah Nonkementerian berwenang menetapkan pemberlakuan SNI secara wajib dengan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian (Pasal 24).
Pemberlakuan SNI wajib dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini, kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI atau habis masa berlakunya SNI maka dapat dibekukan sementara, atau dicabut dilarang mengedarkan barang, memberikan jasa dan menjalankan proses atau sistem serta mencakup pula larangan edar bagi barang impor yang tidak sesuai dengan SNI.

Sanksi Bagi yang Melanggar Regulasi SNI secara Wajib.
Dengan Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang disahkan pada September 2014 lalu, Pemerintah Indonesia tidak hanya akan memberikan sanksi administratif  tapi akan menerapkan sanksi tegas bagi setiap penyalahgunaan aturan SNI wajib dengan ancaman pidana penjara atau denda. Dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian BAB X tentang Ketentuan Pidana Pasal 62 hingga 73 tertuang tentang adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut adalah :
1.       Pasal 62   : Setiap orang yang memalsukan SNI atau membuat SNI palsu diberikan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
2.       Pasal 63   : Setiap orang yang dengan sengaja memperbanyak, memperjualbelikan, atau menyebarkan SNI tanpa persetujuan BSN diberikan pidana paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
3.       Pasal 64   : Setiap orang yang dengan sengaja membubuhkan tanda SNI dan /atau Tanda Kesesuaian pada Barang dan/ atau kemasan atau label di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya akan dikenakan pidana penjara paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
4.       Pasal 65 dan 66    : Setiap orang yang tidak memiliki asertifikat atau memiliki sertifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedarkan Barang, memberikan Jasa, dan/atau menjalankan proses atau sistem dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
5.       Pasal 67   : Setiap orang yang mengimpor barang yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedar Barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI  dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
6.       Pasal 68   : Setiap orang yang tanpa hak  menggunakan dan/atau membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
7.       Pasal 69   : Setiap orang yang memalsukan tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian  atau membuat  Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian palsu dipidana penjara paling lama 7  tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
8.       Pasal 70 : Setiap orang yang dengan sengaja: menerbitkan sertifikat berlogo KAN; menerbitkan sertifikat kepada  pemohon sertifikat yang tidak sesuai  dengan  SNI; menerbitkan sertifikat di luar ruang lingkup Akreditasi dipidana penjara  paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
9.       Pasal 71   : Setiap orang yang memalsukan sertifikat Akreditasi atau membuat sertifikat Akreditasi palsu dipidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M
10.    Pasal 72   : pelaku tindak pidana dapat dijatuhi pidana tambahan berupa : kewajiban melakukan penarikan Barang yang telah beredar;  kewajiban mengumumkan bahwa Barang yang beredar tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan/atau perampasan atau penyitaan Barang dan dapat dimusnahkan.
11.    Pasal 73   : pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi, diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda secara pribadi dan diberikan pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum.
Sanksi yang tegas sebagaimana disebutkan diatas membuktikan keseriusan pemerintah untuk menegakkan perlindungan pada kepentingan nasional dan sebagai usaha untuk meningkatkan daya saing nasional. Meski di sisi lain kesiapan dari masyarakat industri di Indonesia untuk menjalankan regulasi yang telah dirumuskan tidak bisa diabaikan. Untuk itu sinergi dalam berbagai bidang antara pemerintah dan juga masyarakat Indonesia mulai dari sosialisasi regulasi, peran serta masyarakat dalam melaksanakan SNI, perumusan SNI, membangun budaya standar, serta melaporkan pelanggaran menjadi hal yang utama untuk bisa diwujudkan.

Jumat, 29 Juni 2018

Rangkuman UU Perindustrian dan UU No. 5 Tahun 1984 & Konvensi Internasional tentang Hak Cipta, Berne Convention dan Universal Copyright Convention (UCC)


Nama           : Muhammad Rifqi Hibatul Azizi
Kelas            : 2ID06
NPM            : 35416071
Matkul         : Hukum Industri

Pembahasan
Ringkasan Kelompok 5
Tentang : UU Perindustrian dan UU No. 5 Tahun 1984
Latar Belakang : Sebuah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi barang jadi atau jasa  yang di buat . Agar produksinya tidak di tiru oleh perusahaan lain, maka perusahaan tersebut harus melakukan pendaftaran hak paten sesuai undang-undang tentang perindustrian yang ada pada Negara dengan harapan agar tidak adanya pengakuan kepemilikan hasil produksi pada perusahaan lain.
Industri menurut Hinsa Sahaan adalah bagian dari sebuah proses yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi sehingga menjadi sebuah barang baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat.
Undang-Undang Perindustrian
v UU Nomor 5 Tahun 1984, Bab 4 Pasal 17 (Perlindungan Hukum Desain)
v UU Nomor 31 Tahun 2000 (desain industry dalam hak asasi kekayaan intelektual)
v Keputusan menteri perindustrian dan perdagangan 20/MPP/kep/I/2001
v Pusat Desain Nasional (PDN) 2001-2006
v 2006, Program Indonesia Design Power
v 2007, Pameran Pekan Budaya Indonesia
v 2007, Departemen perdagangan RI meluncurkan hasil studi pemerataan industry kreatif indonesia
Studi Kasus
Berbicara mengenai UU perindustrian di Indonesia saat ini, tentu tidak sedikit beberapa pendapat yang saling bertentangan. Seperti info terbaru yang diperoleh yaitu mengenai tujuh perusahaan yang terjerat kasus hukum industri di Indonesia. Berdasarkan sumber yang diperoleh dari: http://www.antaranews.com/view/?i=1178180130&c=NAS&s
Dikatakan bahwa tujuh perusahaan tersebut adalah PT Newmont Minahasa Raya yang menambang emas di Sulut, PT Suryacipta Rezeki di Kepri dengan komoditas pasir darat, satu perusahaan tambang batu besi di Kepri, dan PT Karimun Granit juga di Kepri dengan komoditas granit.
Kasus tersebut merupakan pelanggaran pada UU perindustrian yaitu pasal 2 UU No 5 tahun 1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada:
a.   Demokrasi ekonomi, dimana sedapat mungkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan koprasi jangansampai memonopoli suatu produk.
b. Kepercayaan pada diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembangunan industri.
c.  Manfaat dimana landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi masyarakat.
d. Kelestarian lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan generasi muda.
e.   Pembangunan bangsa dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi.

Pembahasan
Ringkasan Kelompok 6
Tentang : Konvensi Internasional tentang Hak Cipta, Berne Convention dan Universal Copyright Convention (UCC)
            Konvensi Internasional
Konvensi internasional merupakan perjanjian internasional. Istilah lain dari perjanjian internasional merupakan treaty (traktat), pact (pakta), convention (konvensi), charter dll. Perjanjian internasional merupakan suatu perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu. Tujuan Konvensi internasional tentang hak cipta. Melindungi hak cipta secara internasional (dalam hal ini adalah setiap negara peserta). Konvensi internasional digunakan untuk melakukan perjanjian internasional multilateral yang mengatur masalah besar dan penting untuk berlaku sebagai kaidah hukum internasional yang dapat berlaku luas baik dalam lingkup regional maupun umum.
Konvensi Internasional terbagi menjadi beberapa macam:
1. Konvensi Bern (The Berne Convention) untuk perlindungan karya sastra dan seni, peserta konvensi sekitar 133 negara.
2. Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan(The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), mencakup perjanjian internasional mengenai aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari HaKI, peserta konvensi sekitar 132 negara.
3. Konvensi Hak Cipta Universal (The Universal Copyright Convention (UCC), peserta konvensi sekitar 95 negara.
4. Traktat Hak Cipta WIPO (WIPO Copyright Treaty / WCT), telah diratifikasi Indonesia dengan Keppres No. 19 Th. 1997.
5. Traktat Pertunjukan dan Rekaman Suara WIPO (WIPO Performances and Phonograms Traty/ WPPT), telah diratifikasi Indonesia dengan KeppresNo. 74 Th. 2004.
Berne Convention
Kebutuhan akan  peraturan  yang seragam  menghasilkan disetujuinya tanggal 9 September 1886 Bern Convention For The Protection uf Literary and Artistic Works. Bern Convention adalah perjanjian internasional yang  tertua  dibidang hak  cipta  dan  terbuka bagi semua negara untuk di ratifikasi. Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 18  Tahun 1997 mengesahkan Berne Convention dengan reservation (persyaratan) atas Pasal 33 ayat (1) (Pasal 1 Kepres N o. 18 Tahun  1997).
Adapun tujuan diadakannya konvensi ini adalah untuk melindungi seluruh  karya sastra, seni maupun ilmu pengetahuan. Kemudian ketentuan Konvensi Bern ini dilengkapi kembali di Paris yaitu pada tanggal 4 Mei 1896 & diperbaharui lagi di Berlin pada tanggal 13 November 1908 & kembali dilengkapi di Bern pada tanggal 20 Maret 1914, menyusul  kemudian di Roma pada tanggal  2 Juni 1928 dan terakhir di Brussel pada tanggal 26 Juni 1948.
Perlindungan diberikan supaya tidak timbul pelanggaran atau kejahatan di bidang hak  pengarang itu. Adapun prinsip tadi terdapat pada Uni Konvensi Bern (Bern Convention Union) 1948 dalam pasal 2 ayat 4 menyatakan karyakarya yang disebut dalam pasal ini akan menerima perlindungan dalam semua negara persatuan (Persatuan  Hak Cipta Bem).
UCC (Universal Copyright Convention)
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.

Sabtu, 12 Mei 2018

Merek Adalah


MEMBUAT MEREK



Disusun Oleh:

                 Kelompok                   : 5 (Lima)
                 Nama/ NPM               : 1. Ashila Rafi                / 31416133
                                                      2. Denny Rizki              / 31416827
                                                      3. Gabila Vianjelika J.   / 32416935
                                                      4. Irsyad Fahriansyah    / 33416596
                                                      5. M. Hady Al Fauzan  / 34416194
                                                      6. M. Rifqi Hibatul        / 35416071
                 Kelas                           : 2ID06
                
                


HUKUM INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018

Merek - atau juga biasa dikenal dengan istilah brand - adalah penanda identitas dari sebuah produk barang atau jasa yang ada dalam perdagangan. Namun tidak hanya sebagai identitas semata, merek juga berperan penting mewakili reputasi tidak hanya produknya, namun juga penghasil dari produk barang/jasa yang dimaksud. Tak heran jika branding  menjadi bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk/jasa(https://www.hki.co.id/merek.html )
Hak Merek adalah bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa, sesuai dengan kelas dan jenis barang/jasa untuk mana merek tersebut terdaftar( https://www.hki.co.id/merek.html )
Kali ini, kami membuat sebuah merek yang akan dijabarkan sebagai berikut:
COMFY merupakan sebuah merek yang akan digunakan oleh perusahaan yang berderang dibidang garmen untuk membuat produk pakaian. Maksud dari merek tersebut dapat dilihat dari namanya saja comfy atau dalam bahasa Indonesia artinya enak dipakai, berarti disini perusahaan mengedepankan kenyamanan pelanggan dalam mengenakan produk yang diproduksi oleh perusahaan. Namun, tak hanya itu saja, comfy yang dimaksud perusahaan disini pula dapat diartikan kenyamanan dari segala yang akan dibeli pelanggan. Secara tidak sadar yang paling utama dibeli pelanggan yaitu pelayanan dari perusahaan, maka perusahaan akan memikirkan bagaimana caranya agar pelanggan nmmerasa terpuaskan dengan pelayanan yang disediakan oleh perusahan. Gambar genggam tangan disini maksudnya adalah pelayanan yang baik. Pelayanan yang baik sangat berpengaruh dalam dunia bisnis karena setiap pelanggan yang datang pasti senang jika mendapat pelayanan yang baik. Gambar medali emas pada logo menunjukkan kualitas bahan yang bermutu tinggi yang digunakan dalam pembuatan pakaian. Warna yang terdapat pada logo dan merek juga memiliki arti yaitu warna coklat yang merupakan warna paling sederhaa diantara semua warna. Warna cokelat terutama cokelat tua menawarkan produk yang dapat digunakan untuk mereka nyaman. Warna hitam pada logo memberikan kesan kekuatan pada perusahaan dan memberikan rasa yang tegas pada logo.

Suka dan duka Anda atau Keluarga Selama menjalankan WFH atau Pembelajaran Jarak Jauh

Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menye...